I. PENDAHULUAN
Negara dapat dikatakan sebagai Negara Hukum (rule of law) bilamana
superioritas hukum telah dijadikan sebagai aturan main (fair play)
dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, terutama dalam memelihara
ketertiban dan perlindungan terhadap hak-hak warganya.
Jhon Locke dalam karyanya “Second Tratise of Government”, telah
mengisyaratkan tiga unsur minimal bagi suatu Negara hukum, sebagai
berikut :
1. Adanya hukum yang mengatur bagaimana anggota masyarakat dapat menikmati hak asasinya dengan damai;
2. Adanya suatu badan yang dapat menyelesaikan sengketa yang timbul di bidang pemerintahan;
3. Adanya badan yang tersedia diadakan untuk penyelesaian sengketa yang timbul di antara sesama anggota masyarakat.
Dalam Negara hukum menurut Jhon Lockce, warga masyarakat/rakyat tidak
lagi diperintah oleh seorang raja atau apapun namanya, akan tetapi
diperintah berdasarkan hukum.Ide ini merupakan suatu isyarat bahwa bagi
Negara hukum mutlak adanya penghormatan terhadap supremasi hukum.
Bagaimana dengan negeri ini? Indonesia diidealkan dan dicita-citakan
oleh the founding fathers sebagai suatu Negara hukum Pancasila
(rechsstaat/rule of law). Hal ini dengan tegas dirumuskan pada Pasal 1
ayat (3)UUD NRI Tahun 1945, bahwa : Negara Indonesia adalah Negara
hukum.
Namun bagaimana cetak biru dan desain makro penjabaran ide Negara hukum
itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif. Yang ada
hanya pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral(Jimly
Asshiddiqie, 2009:3).
Penghormatan terhadap supremasi hukum tidak hanya dimaksudkan dengan
galaknya pembangunan dan pembentukan hukum dalam arti peraturan
perundang-undangan, akan tetapi bagaimana hukum yang dibentuk itu
benar-benar dapat diberlakukan dan dilaksanakan, sehingga hukum
berfungsi sebagai sarana (tool) penggerak aktifitas kehidupan bernegara,
pemerintahan dan kemasyarakatan.
Untuk dapatnya hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum
harus dapat ditegakkan dan untuk itu hukum harus diterima sebagai salah
satu bagian dari system nilai kemasyarakatan yang bermanfaat bagi warga
masyarakat, sehingga keberlakuan hukum benar-benar nyata pada rana
empiris tanpa paksaan.
Supremasi hukum hanya akan berarti bila ada penegakan hukum,dan
penegakan hukum hanya akan mempunyai nilai evaluatif jika disertai
dengan pemberlakuan hukum yang responsif.Artinya superioritas hukum akan
terjelma dengan suatu penegakan hukum yang bersendikan dengan prinsip
persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dengan dilandasi
nilai dan rasa keadilan.
II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Terminologi dan Deskripsi tentang Supremasi Hukum
Istilah supremasi hukum, adalah merupakan rangkaian dari selingkuhan
kata supremasi dan kata hukum, yang bersumber dari terjemahan bahasa
Inggeris yakni kata supremacy dan kata law, menjadi “supremacy of law”
atau biasa juga disebut “law’s supremacy”.
Hornby.A.S (1974:869), mengemukakan bahwa secara etimologis,kata
“supremasi” yang berasal dari kata supremacy yang diambil dari akar kata
sifat supreme, yang berarti “Higest in degree or higest rank” artinya
berada pada tingkatan tertinggi atau peringkat tertinggi. Sedangkan
supremacy berarti “Higest of authority” artinya kekuasaan tertinggi.
Kata hukum diterjemahkan dari bahasa Inggeris dari kata “law”, dari
bahasa Belanda “recht” bahasa Perancis “droit” yang diartikan sebagai
aturan, peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang wajib ditaati.
Soetandyo Wignjosoebroto (2002:457), menyatakan bahwa secara terminology
supremasi hukum, merupakan upaya untuk menegakkan dan menempatkan hukum
pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat
tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun termasuk oleh
penyelenggara Negara.
Menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi tanpa adanya
intervensi dari pihak eksternal dalam rangka melindungi seluruh lapisan
masyarakat,oleh Charles Hermawan disebutnya sebagai kiat untuk
memposisikan hukum agar berfungsi sebagai komando atau panglima(2003:1).
Abdul Manan (2009:188), menyatakan bahwa berdasarkan pengertian secara
terminologis supremasi hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
supremasi hukum adalah upaya atau kiat untuk menegakkan dan memosisikan
hukum pada tempat yang tertinggi dari segala-galanya, menjadikan hukum
sebagai komandan atau panglima untuk melindungi dan menjaga stabilitas
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rumusan sederhana dapat diberikan bahwa supremasi hukum adalah pengakuan
dan penghormatan tentang superioritas hukum sebagai aturan main (rule
of the game)dalam seluruh aktifitas kehidupan berbangsa, bernegara,
berpemerintahan dan bermasyarakat yang dilakukan dengan jujur(fair
play).
Pengertian sederhana tersebut, telah terhubungkan dengan idée tentang
teori kedaulatan hukum (rechtssovereiniteit). Hukum adalah kedaulatan
tertinggi dalam suatu Negara, karenanya yang memerintah sesungguhnya
adalah hukum, penyelenggara pemerintahan Negara hanya melaksanakan
kehendak hukum, sehingga dalam konteks demikian hukum sebagai komando
dan panglima.
B. Deskripsi Penegakan Hukum
Apa yang diartikan orang selama ini sebagai penegakan hukum (law
enforcement) sepertinya hanya tertuju pada adanya tindakan represif dari
aparat penegak hukum dalam melakukan reaksi tegas terhadap penindakan
pelaku criminal.
Pemaknaan penegakan hukum secara demikian itu sangatlah sempit, oleh
karena kewenangan penegakan hukum hanya seakan menjadi tanggungjawab
aparat hukum semata, padahal tidak demikian halnya, oleh karena
penegakan hukum konteksnya luas, termasuk tanggungjawab setiap orang
dewasa yang cakap sebagai pribadi hukum (perzoonlijk) melekat kewajiban
untuk menegakkan hukum.
Memang bagi orang awam, penegakan hukum semata dilihatnya sebagai
tindakan represif dari aparat hukum, tindakan di luar dari aparat hukum
hanya dipandangnya sebagai partisan hukum,misalnya tindakan informative
terhadap aparat hukum adanya peristiwa hukum atau gejala akan terjadinya
peristiwa hukum.
Sebenarnya penegakan hukum dalam konteks yang luas berada pada ranah
tindakan, perbuatan atau prilaku nyata atau faktual yang bersesuaian
dengan kaidah atau norma yang mengikat. Namun demikian, dalam upaya
menjaga dan memulihkan ketertiban dalam kehidupan sosial maka
pemerintalah actor security.
Pada perspektif akademik,Purnadi Purbacaraka, menyatakan bahwa penegakan
hukum diartikan sebagai kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang
terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap
dan mengejewantah dari sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup (1977).
Soerjono Soekanto, dalam kaitan tersebut, menyatakan bahwa sistem
penegakan hukum yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai
dengan kaidah serta dengan prilaku nyata manusia (1983:13).
Liliana Tedjosaputro, menyatakan bahwa penegakan hukum tidak hanya
mencakup law enforcement tetapi juga peace maintenance, oleh karena
penegakan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan pola prilaku nyata, yang bertujuanuntuk mencapai
kedamaian dan keadilan (2003:66).
Tugas utama penegakan hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan, karenanya
dengan penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan (Liliana, 2003 :
66). Tanpa penegakan hukum, maka hukum tak ubahnya hanya merupakan
rumusan tekstual yang tidak bernyali, yang oleh Achmad Ali biasa disebut
dengan hukum yang mati.
Untuk membuat hukum menjadi hidup harus ada keterlibatan nyata oleh
manusia untuk merefleksikan hukum itu dalam sikap dan prilaku nyata yang
konkrit.Tanpa cara demikian maka hukum tertidur pulas dengan nyenyak
yang kemungkinannya hanya menghasilkan mimpi-mimpi.
Karena itu tidak ada cara lain agar hukum dapat ditegakkan maka perlu
pencerahan pemahaman hukum bahwa sesungguhnya hukum itu tidak lain
adalah sebuah pilihan keputusan, sehingga takkala salah memilih
keputusan dalam sikap dan prilaku konkrit, maka berpengaruh buruk
terhadap penampakan hukum di rana empiris.
C. Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum
Supremasi hukum dan penegakan hukum sudah menjadi masalah sentral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, berpemerintahan dan
bermasyarakat.Masalah itu muncul oleh karena adanya kesenjangan antara
das sollen dengan das sen, dimana Negara mengklaim sebagai Negara hukum
demokrasi (rechtsstaat democratie), sementara hukumnya compang camping
dan penegakannya serampangan. Artinya supremasi hukum tidak dihormati
dan penegakan hukum berjalan setengah hati dengan ibarat berada di
persimpangan jalan panjang.
Banyak contoh kasus di negeri ini yang menarik dijadikan sampel
berkenaan dengan supremasi hukum dan penegakan hukum, antara lain
bagaimana ketiadaan penghormatan supremasi hukum terhadap skandal
Senturi. Bagaimana skandal mafia pajak yang salah satu aktornya “Gayus”
dengan menampilkan pentas sandiwara hukum, yang oleh publik ditontonnya
sebagai proses penegakan hukum yang setengah hati. Belum lagi
menguaknya kasus Antasari Azhar (mantan Ketua KPK) yang diduga keras
penuh rekayasa.
Supremasi hukum dan penegakan hukum dua hal yang tidak terpisahkan,
keduanya harus bersinergi untuk mewujudkan cita hukum, fungsi hukum dan
tujuan hukum, yang sebesar-besarnya buat kemanfaatan, kebahagiaan dan
kesejahtraan umat manusia yang bersendikan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
Abdul Manan (2009:189), menyatakan bahwa supremasi hukum merupakan
doktrin sentral yang menjadi reason of existence hukum Eropa Barat.
Secara embrio doktrin supremasi hukum sudah mulai berkembang sejak abad
VII M.
Lebih lanjut dikatakan bahwa term dan doktrin supremasi hukum telah
dikenal sejak abad XI M, bahkan jauh sebelum itu pada abad VI M, Islam
telah membawa misi reformasi besar untuk menegakkan supremasi hukum
yang mengacu kepada upaya penciptaan kedamaian dan kesejahtraan yang
mengantarkan manusia secara individu dan masyarakat sukses dan bahagia
menjalani kehidupan dan selamat bahagia hidup di akhirat kelak (Abdul
Manan,2009:190).
Penegakan supremasi hukum dalam suatu Negara dapat berjalan dengan beberapa prinsip antara lain :
1. Prinsip Negara Hukum
2. Prinsip Konstitusi
ad.1. Prinsip Negara Hukum
Prinsip Negara hukum mengajarkan bahwa komunikasi dan interaksi sosial
yang terdiri dari berbagai elemen komunitas berinteraksi dan
bertransaksi untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Bahwa tatanan
kehidupan dan komunikasi antar individu dalam suatu komunitas mengacu
kepada aturan main yang disepakati dan dipakai sebagai acuan dan
referensi para pihak dalam melakukan hubungan dan perbuatan hukum. Tidak
pihak yang merasa dizalimi atau menzalimi(Soetandyo,2002:448).
Atas dasar konsep tersebut, tidak ada kesemena-menaan yang dilakukan
baik oleh penegak hukum maupun oleh pencari keadilan, sehingga
melahirkan masyarakat sipil (civil society)di mana antar individu
sebagai rakyat atau warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dan
sederajat di depan hukum (equality before the law).
ad.2. Prinsip Konstitusi
Prinsip konstitusi dalam suatu Negara hukum mengajarkan bahwa landasan
dan referensi yang dijadikan pedoman dalam bermasyarakat dan berbangsa
dan bernegara adalah konstitusi,sehingga hak-hak warga negara dan
hakmasasi manusia masing-masing warga Negara dijamin, terayomi dan
terlindungi oleh konstitusi.
Prinsip tersebut di atas untuk perwujudannya diperlukan penegakan hukum,
sehingga mutlak dilakukan langkah-langkah nyata enforscement, agar
supremasi hukum bukan hanya symbol semata.
Penegakan hukum dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan
danmenerapkan hukum serta melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap
setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek
hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur
arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative
desputes or conflicts resolution)(Jimly asshiddiqie,2009:22).
Bahkan penegakan hukum dalam arti yang lebih luas lagi, termasuk
kegiatan penegakan hukum yang mencakup segala aktivitas yang bermaksud
agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat
para subyek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan
bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana
mestinya (Jimly,2008:22).
Dalam arti sempit, penegakan hukum menyangkut kegiatan penindakan
terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi, melalui proses
peradilan pidana yang melibatkan peran aparat
kepolisian, kejaksaan, advokat dan badan-badan peradilan.
Sudikno Mertokusumo (2005:160), menyatakan bahwa untuk memfungsikan
hukum secara nyata, maka harus dilakukan penegakan hukum, oleh karena
dengan jalan itulah maka hukum menjadi kenyataan dan dalam kenyataan
hukum harus mencerminkan kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan
(zweckmassigkeit) dan keadilan(gerechtigkeit).
Demi supremasi hukum, maka penegakan hukum tidak boleh ditawar-tawar.
Namun dalam implementasinya tetap harus dengan cara-cara yang
mencerminkan nilai-nilai kemanusian, oleh karena hukum itu sendiri
harus difungsikan sebagai sarana memanusiakan manusia.Bukan justru
dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bahkan
perampasan hak asasi manusia.
Wahyuddin Husein Hufron (2008:211), menyatakan bahwa sistem penegakan
hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah yang dapat menjamin
kehidupan sosial masyarakat yang lebih berkesejahtraan, berkepastian dan
berkeadilan.
Dari segi pendekatan akademik, dapat dikemukakan tiga konsep penegakan hukum sebagai berikut :
1. Total enforcement concept;
2. Full enforcement concept;
3. Actual enforcement concept.
Konsep penegakan hukum yang bersifat total, menuntut agar semua nilai
yang ada dibalik norma hukum turut ditegakkan tanpa kecuali. Konsep yang
bersifat full yang menghendaki perlunya pembatasan dari konsep total
dengan suatu hukum formil dalam
rangka perlindungan kepentingan individual. Konsep penegakan hukum
actual muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum
karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dan kurangnya peran serta
masyarakat (Wahyuddin H Hufron,2008:212).
Bagaimana citra penegakan hukum di negeri ini?, pertanyaan tersebut
dijawab bahwa semua mahfum dan bukan rahasia umum lagi penegakan hukum
di negeri ini adalah merupakan barang langka dan mahal harganya. Hal ini
terindikasi berada pada titik nadir (Wahyuddin H Hufron, 2008:212).
Harkristuti. H (Wahyuddin,2008:212), menyatakan bahwa kondisi penegakan
hukum di Indonesia saat ini ditengarai mendekati titik nadir, telah
menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun
internasional. Proses penegakan hukum, pada khususnya, acap dipandang
bersifat diskriminatif, inkonsisten, dan
mengedepankan kepentingan kelompok tertentu.
Hikmahanto J (Dies Natalis ke 56 UI,2006), mengemukakan terdapat
sekurang-kurangnya ada lima alasan mengapa hukum di Indonesia sulit
ditegakkan atau dengan kata lain penegakan hukum di Indonesia sukar
dilaksanakan, yaitu sebagai berikut :
1. Aparat penegak hukum terkena sangkaan dan dakwaan korupsi atau suap;
2. Mafia peradilan marak dituduhkan;
3. Hukum seolah dapat dimainkan, dipelintirkan, bahkan hanya berpihak kepada mereka yang memiliki status sosial yang tinggi;
4. Penegakan hukum lemah dan telah kehilangan kepercayaan masyarakat;
5. Masyarakat apatis, mencemooh dan melakukan proses peradilan jalanan.
Supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri ini harus berjalan terus
menerus sepanjang jalan Negara hukum Indonesia yang telah digariskan
dalam UUD Negara RI 1945. Fiat justitia et pereat mundus, meskipun
dunia ini runtuh hukum tetap harus ditegakkan.
III. PENUTUP
Supremasi hukum dan penegakan hukum bagi suatu Negara yang memilih
sebagai Negara hukum rechtsstaat/rule of law atau apapun istilahnya,
merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar.Demikian pulalah
halnya Indonesia.
Sejak semula bangsa ini mendirikan Negara the founding fathers telah
memilih menjadi suatu Negara hukum, maka konsekuensi dari pada itu hukum
harus menjadi fondasi dalam tatanan kehidupan kenegaraan,
pemerintahan dan kemasyarakatan.
Namun tidak berhenti sampai disitu saja, akan tetapi berkelanjutan
dengan pembangunan elemen-elemen hukum dan peraturan perundang-undangan
sebagai bangunan hukum yang dapat menaungi kepentingan segenap elemen
bangsa dan dilakukan penegakan untuk menciptakan suasana yang kondusif
dan memulihkan gangguan-gangguan yang timbul.
Untuk itu semua, maka komitmen dari segenap elemen bangsa mutlak
diperlukan untuk mendukung supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri
ini, agar kita tidak menjadi bangsa yang mengingkari dan bahkan
menghianati pilihannya sendiri untuk bernegara dalam sebuah Negara
hukum.
Sumber : journal.umi.ac.id/pdfs/Supremasi_Hukum_dan_Penegakan_Hukum.pdf
I. PENDAHULUAN
Negara dapat dikatakan sebagai Negara Hukum (rule of law) bilamana
superioritas hukum telah dijadikan sebagai aturan main (fair play)
dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, terutama dalam memelihara
ketertiban dan perlindungan terhadap hak-hak warganya.
Jhon Locke dalam karyanya “Second Tratise of Government”, telah
mengisyaratkan tiga unsur minimal bagi suatu Negara hukum, sebagai
berikut :
1. Adanya hukum yang mengatur bagaimana anggota masyarakat dapat menikmati hak asasinya dengan damai;
2. Adanya suatu badan yang dapat menyelesaikan sengketa yang timbul di bidang pemerintahan;
3. Adanya badan yang tersedia diadakan untuk penyelesaian sengketa yang timbul di antara sesama anggota masyarakat.
Dalam Negara hukum menurut Jhon Lockce, warga masyarakat/rakyat tidak
lagi diperintah oleh seorang raja atau apapun namanya, akan tetapi
diperintah berdasarkan hukum.Ide ini merupakan suatu isyarat bahwa bagi
Negara hukum mutlak adanya penghormatan terhadap supremasi hukum.
Bagaimana dengan negeri ini? Indonesia diidealkan dan dicita-citakan
oleh the founding fathers sebagai suatu Negara hukum Pancasila
(rechsstaat/rule of law). Hal ini dengan tegas dirumuskan pada Pasal 1
ayat (3)UUD NRI Tahun 1945, bahwa : Negara Indonesia adalah Negara
hukum.
Namun bagaimana cetak biru dan desain makro penjabaran ide Negara hukum
itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif. Yang ada
hanya pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral(Jimly
Asshiddiqie, 2009:3).
Penghormatan terhadap supremasi hukum tidak hanya dimaksudkan dengan
galaknya pembangunan dan pembentukan hukum dalam arti peraturan
perundang-undangan, akan tetapi bagaimana hukum yang dibentuk itu
benar-benar dapat diberlakukan dan dilaksanakan, sehingga hukum
berfungsi sebagai sarana (tool) penggerak aktifitas kehidupan bernegara,
pemerintahan dan kemasyarakatan.
Untuk dapatnya hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum
harus dapat ditegakkan dan untuk itu hukum harus diterima sebagai salah
satu bagian dari system nilai kemasyarakatan yang bermanfaat bagi warga
masyarakat, sehingga keberlakuan hukum benar-benar nyata pada rana
empiris tanpa paksaan.
Supremasi hukum hanya akan berarti bila ada penegakan hukum,dan
penegakan hukum hanya akan mempunyai nilai evaluatif jika disertai
dengan pemberlakuan hukum yang responsif.Artinya superioritas hukum akan
terjelma dengan suatu penegakan hukum yang bersendikan dengan prinsip
persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dengan dilandasi
nilai dan rasa keadilan.
II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Terminologi dan Deskripsi tentang Supremasi Hukum
Istilah supremasi hukum, adalah merupakan rangkaian dari selingkuhan
kata supremasi dan kata hukum, yang bersumber dari terjemahan bahasa
Inggeris yakni kata supremacy dan kata law, menjadi “supremacy of law”
atau biasa juga disebut “law’s supremacy”.
Hornby.A.S (1974:869), mengemukakan bahwa secara etimologis,kata
“supremasi” yang berasal dari kata supremacy yang diambil dari akar kata
sifat supreme, yang berarti “Higest in degree or higest rank” artinya
berada pada tingkatan tertinggi atau peringkat tertinggi. Sedangkan
supremacy berarti “Higest of authority” artinya kekuasaan tertinggi.
Kata hukum diterjemahkan dari bahasa Inggeris dari kata “law”, dari
bahasa Belanda “recht” bahasa Perancis “droit” yang diartikan sebagai
aturan, peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang wajib ditaati.
Soetandyo Wignjosoebroto (2002:457), menyatakan bahwa secara terminology
supremasi hukum, merupakan upaya untuk menegakkan dan menempatkan hukum
pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat
tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun termasuk oleh
penyelenggara Negara.
Menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi tanpa adanya
intervensi dari pihak eksternal dalam rangka melindungi seluruh lapisan
masyarakat,oleh Charles Hermawan disebutnya sebagai kiat untuk
memposisikan hukum agar berfungsi sebagai komando atau panglima(2003:1).
Abdul Manan (2009:188), menyatakan bahwa berdasarkan pengertian secara
terminologis supremasi hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
supremasi hukum adalah upaya atau kiat untuk menegakkan dan memosisikan
hukum pada tempat yang tertinggi dari segala-galanya, menjadikan hukum
sebagai komandan atau panglima untuk melindungi dan menjaga stabilitas
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rumusan sederhana dapat diberikan bahwa supremasi hukum adalah pengakuan
dan penghormatan tentang superioritas hukum sebagai aturan main (rule
of the game)dalam seluruh aktifitas kehidupan berbangsa, bernegara,
berpemerintahan dan bermasyarakat yang dilakukan dengan jujur(fair
play).
Pengertian sederhana tersebut, telah terhubungkan dengan idée tentang
teori kedaulatan hukum (rechtssovereiniteit). Hukum adalah kedaulatan
tertinggi dalam suatu Negara, karenanya yang memerintah sesungguhnya
adalah hukum, penyelenggara pemerintahan Negara hanya melaksanakan
kehendak hukum, sehingga dalam konteks demikian hukum sebagai komando
dan panglima.
B. Deskripsi Penegakan Hukum
Apa yang diartikan orang selama ini sebagai penegakan hukum (law
enforcement) sepertinya hanya tertuju pada adanya tindakan represif dari
aparat penegak hukum dalam melakukan reaksi tegas terhadap penindakan
pelaku criminal.
Pemaknaan penegakan hukum secara demikian itu sangatlah sempit, oleh
karena kewenangan penegakan hukum hanya seakan menjadi tanggungjawab
aparat hukum semata, padahal tidak demikian halnya, oleh karena
penegakan hukum konteksnya luas, termasuk tanggungjawab setiap orang
dewasa yang cakap sebagai pribadi hukum (perzoonlijk) melekat kewajiban
untuk menegakkan hukum.
Memang bagi orang awam, penegakan hukum semata dilihatnya sebagai
tindakan represif dari aparat hukum, tindakan di luar dari aparat hukum
hanya dipandangnya sebagai partisan hukum,misalnya tindakan informative
terhadap aparat hukum adanya peristiwa hukum atau gejala akan terjadinya
peristiwa hukum.
Sebenarnya penegakan hukum dalam konteks yang luas berada pada ranah
tindakan, perbuatan atau prilaku nyata atau faktual yang bersesuaian
dengan kaidah atau norma yang mengikat. Namun demikian, dalam upaya
menjaga dan memulihkan ketertiban dalam kehidupan sosial maka
pemerintalah actor security.
Pada perspektif akademik,Purnadi Purbacaraka, menyatakan bahwa penegakan
hukum diartikan sebagai kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang
terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap
dan mengejewantah dari sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup (1977).
Soerjono Soekanto, dalam kaitan tersebut, menyatakan bahwa sistem
penegakan hukum yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai
dengan kaidah serta dengan prilaku nyata manusia (1983:13).
Liliana Tedjosaputro, menyatakan bahwa penegakan hukum tidak hanya
mencakup law enforcement tetapi juga peace maintenance, oleh karena
penegakan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan pola prilaku nyata, yang bertujuanuntuk mencapai
kedamaian dan keadilan (2003:66).
Tugas utama penegakan hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan, karenanya
dengan penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan (Liliana, 2003 :
66). Tanpa penegakan hukum, maka hukum tak ubahnya hanya merupakan
rumusan tekstual yang tidak bernyali, yang oleh Achmad Ali biasa disebut
dengan hukum yang mati.
Untuk membuat hukum menjadi hidup harus ada keterlibatan nyata oleh
manusia untuk merefleksikan hukum itu dalam sikap dan prilaku nyata yang
konkrit.Tanpa cara demikian maka hukum tertidur pulas dengan nyenyak
yang kemungkinannya hanya menghasilkan mimpi-mimpi.
Karena itu tidak ada cara lain agar hukum dapat ditegakkan maka perlu
pencerahan pemahaman hukum bahwa sesungguhnya hukum itu tidak lain
adalah sebuah pilihan keputusan, sehingga takkala salah memilih
keputusan dalam sikap dan prilaku konkrit, maka berpengaruh buruk
terhadap penampakan hukum di rana empiris.
C. Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum
Supremasi hukum dan penegakan hukum sudah menjadi masalah sentral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, berpemerintahan dan
bermasyarakat.Masalah itu muncul oleh karena adanya kesenjangan antara
das sollen dengan das sen, dimana Negara mengklaim sebagai Negara hukum
demokrasi (rechtsstaat democratie), sementara hukumnya compang camping
dan penegakannya serampangan. Artinya supremasi hukum tidak dihormati
dan penegakan hukum berjalan setengah hati dengan ibarat berada di
persimpangan jalan panjang.
Banyak contoh kasus di negeri ini yang menarik dijadikan sampel
berkenaan dengan supremasi hukum dan penegakan hukum, antara lain
bagaimana ketiadaan penghormatan supremasi hukum terhadap skandal
Senturi. Bagaimana skandal mafia pajak yang salah satu aktornya “Gayus”
dengan menampilkan pentas sandiwara hukum, yang oleh publik ditontonnya
sebagai proses penegakan hukum yang setengah hati. Belum lagi
menguaknya kasus Antasari Azhar (mantan Ketua KPK) yang diduga keras
penuh rekayasa.
Supremasi hukum dan penegakan hukum dua hal yang tidak terpisahkan,
keduanya harus bersinergi untuk mewujudkan cita hukum, fungsi hukum dan
tujuan hukum, yang sebesar-besarnya buat kemanfaatan, kebahagiaan dan
kesejahtraan umat manusia yang bersendikan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
Abdul Manan (2009:189), menyatakan bahwa supremasi hukum merupakan
doktrin sentral yang menjadi reason of existence hukum Eropa Barat.
Secara embrio doktrin supremasi hukum sudah mulai berkembang sejak abad
VII M.
Lebih lanjut dikatakan bahwa term dan doktrin supremasi hukum telah
dikenal sejak abad XI M, bahkan jauh sebelum itu pada abad VI M, Islam
telah membawa misi reformasi besar untuk menegakkan supremasi hukum
yang mengacu kepada upaya penciptaan kedamaian dan kesejahtraan yang
mengantarkan manusia secara individu dan masyarakat sukses dan bahagia
menjalani kehidupan dan selamat bahagia hidup di akhirat kelak (Abdul
Manan,2009:190).
Penegakan supremasi hukum dalam suatu Negara dapat berjalan dengan beberapa prinsip antara lain :
1. Prinsip Negara Hukum
2. Prinsip Konstitusi
ad.1. Prinsip Negara Hukum
Prinsip Negara hukum mengajarkan bahwa komunikasi dan interaksi sosial
yang terdiri dari berbagai elemen komunitas berinteraksi dan
bertransaksi untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Bahwa tatanan
kehidupan dan komunikasi antar individu dalam suatu komunitas mengacu
kepada aturan main yang disepakati dan dipakai sebagai acuan dan
referensi para pihak dalam melakukan hubungan dan perbuatan hukum. Tidak
pihak yang merasa dizalimi atau menzalimi(Soetandyo,2002:448).
Atas dasar konsep tersebut, tidak ada kesemena-menaan yang dilakukan
baik oleh penegak hukum maupun oleh pencari keadilan, sehingga
melahirkan masyarakat sipil (civil society)di mana antar individu
sebagai rakyat atau warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dan
sederajat di depan hukum (equality before the law).
ad.2. Prinsip Konstitusi
Prinsip konstitusi dalam suatu Negara hukum mengajarkan bahwa landasan
dan referensi yang dijadikan pedoman dalam bermasyarakat dan berbangsa
dan bernegara adalah konstitusi,sehingga hak-hak warga negara dan
hakmasasi manusia masing-masing warga Negara dijamin, terayomi dan
terlindungi oleh konstitusi.
Prinsip tersebut di atas untuk perwujudannya diperlukan penegakan hukum,
sehingga mutlak dilakukan langkah-langkah nyata enforscement, agar
supremasi hukum bukan hanya symbol semata.
Penegakan hukum dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan
danmenerapkan hukum serta melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap
setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek
hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur
arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative
desputes or conflicts resolution)(Jimly asshiddiqie,2009:22).
Bahkan penegakan hukum dalam arti yang lebih luas lagi, termasuk
kegiatan penegakan hukum yang mencakup segala aktivitas yang bermaksud
agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat
para subyek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan
bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana
mestinya (Jimly,2008:22).
Dalam arti sempit, penegakan hukum menyangkut kegiatan penindakan
terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi, melalui proses
peradilan pidana yang melibatkan peran aparat
kepolisian, kejaksaan, advokat dan badan-badan peradilan.
Sudikno Mertokusumo (2005:160), menyatakan bahwa untuk memfungsikan
hukum secara nyata, maka harus dilakukan penegakan hukum, oleh karena
dengan jalan itulah maka hukum menjadi kenyataan dan dalam kenyataan
hukum harus mencerminkan kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan
(zweckmassigkeit) dan keadilan(gerechtigkeit).
Demi supremasi hukum, maka penegakan hukum tidak boleh ditawar-tawar.
Namun dalam implementasinya tetap harus dengan cara-cara yang
mencerminkan nilai-nilai kemanusian, oleh karena hukum itu sendiri
harus difungsikan sebagai sarana memanusiakan manusia.Bukan justru
dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bahkan
perampasan hak asasi manusia.
Wahyuddin Husein Hufron (2008:211), menyatakan bahwa sistem penegakan
hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah yang dapat menjamin
kehidupan sosial masyarakat yang lebih berkesejahtraan, berkepastian dan
berkeadilan.
Dari segi pendekatan akademik, dapat dikemukakan tiga konsep penegakan hukum sebagai berikut :
1. Total enforcement concept;
2. Full enforcement concept;
3. Actual enforcement concept.
Konsep penegakan hukum yang bersifat total, menuntut agar semua nilai
yang ada dibalik norma hukum turut ditegakkan tanpa kecuali. Konsep yang
bersifat full yang menghendaki perlunya pembatasan dari konsep total
dengan suatu hukum formil dalam
rangka perlindungan kepentingan individual. Konsep penegakan hukum
actual muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum
karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dan kurangnya peran serta
masyarakat (Wahyuddin H Hufron,2008:212).
Bagaimana citra penegakan hukum di negeri ini?, pertanyaan tersebut
dijawab bahwa semua mahfum dan bukan rahasia umum lagi penegakan hukum
di negeri ini adalah merupakan barang langka dan mahal harganya. Hal ini
terindikasi berada pada titik nadir (Wahyuddin H Hufron, 2008:212).
Harkristuti. H (Wahyuddin,2008:212), menyatakan bahwa kondisi penegakan
hukum di Indonesia saat ini ditengarai mendekati titik nadir, telah
menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun
internasional. Proses penegakan hukum, pada khususnya, acap dipandang
bersifat diskriminatif, inkonsisten, dan
mengedepankan kepentingan kelompok tertentu.
Hikmahanto J (Dies Natalis ke 56 UI,2006), mengemukakan terdapat
sekurang-kurangnya ada lima alasan mengapa hukum di Indonesia sulit
ditegakkan atau dengan kata lain penegakan hukum di Indonesia sukar
dilaksanakan, yaitu sebagai berikut :
1. Aparat penegak hukum terkena sangkaan dan dakwaan korupsi atau suap;
2. Mafia peradilan marak dituduhkan;
3. Hukum seolah dapat dimainkan, dipelintirkan, bahkan hanya berpihak kepada mereka yang memiliki status sosial yang tinggi;
4. Penegakan hukum lemah dan telah kehilangan kepercayaan masyarakat;
5. Masyarakat apatis, mencemooh dan melakukan proses peradilan jalanan.
Supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri ini harus berjalan terus
menerus sepanjang jalan Negara hukum Indonesia yang telah digariskan
dalam UUD Negara RI 1945. Fiat justitia et pereat mundus, meskipun
dunia ini runtuh hukum tetap harus ditegakkan.
III. PENUTUP
Supremasi hukum dan penegakan hukum bagi suatu Negara yang memilih
sebagai Negara hukum rechtsstaat/rule of law atau apapun istilahnya,
merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar.Demikian pulalah
halnya Indonesia.
Sejak semula bangsa ini mendirikan Negara the founding fathers telah
memilih menjadi suatu Negara hukum, maka konsekuensi dari pada itu hukum
harus menjadi fondasi dalam tatanan kehidupan kenegaraan,
pemerintahan dan kemasyarakatan.
Namun tidak berhenti sampai disitu saja, akan tetapi berkelanjutan
dengan pembangunan elemen-elemen hukum dan peraturan perundang-undangan
sebagai bangunan hukum yang dapat menaungi kepentingan segenap elemen
bangsa dan dilakukan penegakan untuk menciptakan suasana yang kondusif
dan memulihkan gangguan-gangguan yang timbul.
Untuk itu semua, maka komitmen dari segenap elemen bangsa mutlak
diperlukan untuk mendukung supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri
ini, agar kita tidak menjadi bangsa yang mengingkari dan bahkan
menghianati pilihannya sendiri untuk bernegara dalam sebuah Negara
hukum.
Sumber : journal.umi.ac.id/pdfs/Supremasi_Hukum_dan_Penegakan_Hukum.pdf
Pengertian Supremasi HUKUM Dan Penegakan HUKUM
Diposting oleh Unknown Jumat, 12 Oktober 2012 di Jumat, Oktober 12, 2012
personel tess